Mereka bilang
sendiri itu sepi, mereka bilang sendiri itu terasing, mereka bilang sendiri itu
anti sosial, dan apapun itu. Aku pikir sendiri itu mandiri, sendiri itu tenang,
sendiri itu produktif, sendiri itu jati diri, tapi tidak.
Setelah teman-teman
ku pergi dengan urusan mereka sendiri, aku sendiri di pinggir jalan di depan
warnet. Menatap orang-orang yang lewat berharap ada yang kukenal dan kuajak
nongkrong di warung kopi untuk sekedar berbagi cerita atau membahas kemajuan
dunia yang kian hari kian tak masuk akal. Beberapa menit di pinggir jalan,
mengirim pesan di grup kampus dan mereka masih sibuk dengan urusan mereka. Akhirnya
aku pulang.
Beberapa pekan
yang lalu temanku mengenalkan sebuah aplikasi menilai orang dari wajahnya yang
dinamai Tinder. Semacam apikasi mencari jodoh yang menampilkan foto profil dan
beberapa patah kata dari user-nya. Fungsinya
untuk sekedar berkenalan lalu terserah anda. Yang kita lakukan tinggal pencet
love kalau suka atau tanda silang jika tidak suka. Pertama aku pikir, Aplikasi
macam apa ini? Hahah. Tapi boleh juga dicoba. Akhirnya aku download.
Aku pikir
cewe-cewe yang terlibat aplikasi ini adalah cewe-cewe yang telah terkena
seleksi alam yang selama hidupnya hanya memikirkan jodoh dan dikarenakan suatu
sebab tak ada yang cocok maka dia terlibat aplikasi ini. Tapi setelah beberapa
foto aku slide dan baaanyaaaaak sekali cewe yang cantik. Ow ow ow. Meskipun sepertinya
mereka sangat lihai dalam hal mengedit foto. Oh iya di aplikasi ini kita bisa
ngobrol kalo sama-sama mencet love.
Setelah beberapa
swipe tiba-tiba muncul notifikasi, “You Got A Match!”. Wow hahah ada juga yang
nge love. Disertakan jarak sejauh 4km tanpa biodata dengan usia 19 tahun. Sekedar
ingin tahu saja, dan akhirnya ku biarkan begitu saja tanpa obrolan apapun.
Singkat cerita
setelah beberapa minggu aplikasi itu bersarang di smartphone ku, udah 6 orang yang match. Mulai dari mahasiswa sampai
kasir toserba, hahah. Ada seorang temanku yang dapet sampai 15 match wuaw
ngerasa ganteng ya mas. Ya aku dapet 6 aja sukur loh mas itu juga separohnya
foto yang udah di edit di 17 aplikasi filter dan kawan-kawan. Akhirnya aku
putuskan buat meng uninstall si
Tinder.
Buat yang
fotonya ok sih oke oke aja, sempat aku kasih aplikasi ini sama seorang kawan
yang udah lama jomblo. Katanya seumur hidup baru sekali pacaran, pas smp. Iya kali
smp. Dan sampai sekarang sedihnya gaada satupun yang match di Tinder-nya. Yang sabar
toh mas. Jodoh ga dateng dari aplikasi semacam itu. Ya sih dia anaknya agak
aneh. Ntah bermimpi jadi apa kerjaannya kayanya cuma fitnes, karena badannya
yang bagus, pake kaos ngetat, botak, berewokan, dan kalo difoto nunjukin
jemmmmpol nya ke depan, ntah berkiblat kemana anak itu. Yang pasti kalo Solat
ya ke Ka’bah.
Daaan akhir
cerita, aku yang daritadi sendiri sekarang senyum-senyum sendiri. Hiburannya cuma
nulis kaya gini, ya lucu juga kagak. Sambil dengerin lagu Arctic Monkey
ditemani secangkir kopi. Liburan kali ini yang katanya libur panjang padahal cuma
4 hari, kemarin sih disuruh pulang ke Medan, tapi pengen di Bandung aja, dan
akhirnya Bandung penuh sama orang Jakarta. Macet. Panas.
Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar