Minggu, 22 Juni 2014

Sebuah Rumah Tua di Tengah Hutan

        Tidak seperti kebanyakan hari dimana aku tersenyum di satu pagi, hari yang berbeda dari yang pernah aku jalani saat pesawat kertas melayang diatas perbukitan, malam ini aku terbangun dengan sebuah kenyataan yang memaksa aku untuk menulis lagi, haruskah ada yang membaca? Tak ada yang peduli.
     
        Sudah berjalan lama, aku berjalan ditengah hutan dan tersesat. Kompas pun berputar-putar seakan dia telah meneguk sebotol nira, dari dalamnya keluar asap, mengepul diatas kepala. Aku benar-benar tersesat.

        Saat tak ada lagi binatang untuk diburu, saat tak ada lagi buah untuk dipetik, saat ransel mulai berkurang bebannya, saat itu aku kelaparan namun tetap berjalan, di sisi sungai yang arusnya deras, berbatu, dan jika aku terjatuh ntah siapa yang akan menemukan jasasdku, aku berfikir namun tak pernah terfikir untuk menghentikan langkahku.

        Aku masih setia kepada langit, tak kutemukan sesosok wanita di sebuah rumah di tengah hutan yang dulu pernah aku temui, ingin sekali lagi aku bertemu dengannya namun saat aku sampai di rumah itu, dia menghilang. Hanya rumah tua yang jika angin meniupnya maka tak ada yang tersisa dari rumah itu. Aku bertaanya kemana wanita itu? Tapi pada siapa aku bertanya? Hanya rumah itu yang ada di tengah hutan di dekat sungai, aku akan mencarinya.

        Sebuah rumah sederhana berdinding papan beralaskan tanah hanya dihuni oleh seorang wanita. Saat kutemui pertama kali dia sedang membakar ubi, saat kutegur dia tersenyum ke arahku dan tersipu malu, akupun tertawa, lalu dia tertawa bersamaku. Setelah memakan ubi bakar kami berjalan-jalan sekitar sungai, mencari tempat dimana arusnya tidak terlalu deras, aku mandi dan bermain air, airnya sungguh segar hingga aku ingin meminumnya, wanita itu terduduk diatas sebuah batu dan melihat aku, seorang pemuda seperti tak pernah melihat air saja, dari wajahnya terlihat tawa yang ikhlas, saat aku kembali untuk berpakaian, dia telah menyiapkan air hangat untuk aku minum. Aku berharap dia menjadi pendampingku kelak.

        Aku sudah berkeliling di sekitar rumah tua itu dan menunggu hingga sore hari, aku buat perapian dan menunggunya sambil membaca buku, namun dia tak pernah kembali, aku pikir dia telah mati, aku pun berfikir untuk mengistirahatkan diri.

        Malam itu aku tertidur di bawah sebuah pohon, kubangun tenda dan aku benar-benar sendirian, berharap ada yang menemaniku bernyanyi dibawah rembulan dalam hangatnya perapian, aku terlelap dalam kelelahan, mataku terpejam, aku tersadar dalam kenyataan, aku masih harus berjalan besok pagi. Berharap mimpi malam ini menjadi penunjuk arah kemana aku harus pergi. Aku tertidur.

        Malam itu aku bermimpi tentang seorang wanita, wanita yang sama yang tinggal di sebuah rumah tua, dia menghampiriku namun tak terlalu dekat, dia menatapku dengan pandangan kosong, aku tak pernah mengerti tatapan itu, adakah harapan yang tersimpan atau sebuah berita yang tak bisa disampaikan, dia mendekat lalu berkata, "Bertahanlah".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar