Rabu, 10 Februari 2016

Kita Masih Sama


             Kita masih sama, masih seperti yang dulu. Aku dan kau dan kisah kita yang lama yang dulu pernah kita tulis bersama. Ntah itu aku atau kau yang masih menyimpan perasaan diantara kita. Yang pasti aku masih bingung dengan caramu berbicara kepadaku.  Masih sama seperti terakhir aku berbicara padamu. Ntah itu kapan. Ntah kapan aku pernah berbicara kepadamu selama itu. Terakhir kali kita tidak banyak berbicara ntah kenapa.Mungkin karena aku yang dulu masih kaku dan malu berbicara kepadamu.

Kita duduk diantara berondong jagung asin yang kau pesan di kasir depan. Masih ada keraguan pada perasaanku saat kau duduk di sampingku. Bukan soal berondong jagung tetapi suatu hal yang memisahkan kita. Aku yang duduk disitu masih ragu akan hati kecilku. Kemana kau akan membawaku. Kemana kita akan menuju setelah keluar dari pintu satu?

Kita berjalan tak bergandengan. Hanya sesekali saling menatap. Lalu tersenyum. Berjalan lagi. Melihat ke langit penuh lampion dengan cahaya lampu kelap kelip yang menghiasi tawa kita. Aku tersenyum melihatmu tersenyum seakan menunggu aku membawamu ke suatu tempat lain. Aku bingung.

Malam itu kota Medan di guyur hujan gerimis. Cuacanya sendu. Meski tak sedingin di dalam ruang teater. Aku membawamu ke tempat dimana kita bisa saling berbincang. Membicarakan tentang keresahan kita lalu membalutnya dengan tawa.  Malam itu aku tak lagi sendirian. Membahas rindu yang tak pernah tersampaikan meskipun rintik hujan memaksa benih rindu tumbuh diantara kita. Kita masih berbicara. Malam ini masih panjang. 

Aku mencoba meyakinkanmu agar tidak ada yang terjadi diantara kita. Aku ingin tetap begini. Saling menyimpan perasaan satu sama lain. Perasaan yang dulu sudah kita kubur dalam-dalam. Aku ingin tetap begini. Yang aku ingat, kau cinta pertamaku. Hanya itu. 

Terkadang aku berfikir untuk memulainya kembali bersamamu. Tapi aku mengerti kita dipisahkan oleh jarak dan waktu yang ntah kapan akan bertemu. Kau menempuh pendidikan di sebelah tengah pulau padi sedang aku di sebelah barat. Mungkin bisa disatukan oleh niat. Iya jika aku sudah yakin akan dirimu yang masih membuatku ragu.

Terlalu cepat. Hari ini terlalu cepat berlalu. Kau membiarkanku menutup malam ini dengan ucapan selamat malam khas ku yang panjang agar kau ingat akan aku. Ditemani rintik hujan aku mengantarmu tak sampai di depan pintu. 

“Kita tak semestinya berpijak diantara ragu yang tak terbatas, Seperti berdiri ditengah kehampaan, Mencoba untuk membuat pertemuan cinta.” – Payung Teduh - Kita adalah Sisa Sisa Keikhlasan yang tak Diikhlaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar