Kita masih sama, masih seperti
yang dulu. Aku dan kau dan kisah kita yang lama yang dulu pernah kita tulis
bersama. Ntah itu aku atau kau yang masih menyimpan perasaan diantara kita.
Yang pasti aku masih bingung dengan caramu berbicara kepadaku. Masih sama seperti terakhir aku berbicara
padamu. Ntah itu kapan. Ntah kapan aku pernah berbicara kepadamu selama itu.
Terakhir kali kita tidak banyak berbicara ntah kenapa.Mungkin karena aku yang
dulu masih kaku dan malu berbicara kepadamu.
Kita duduk diantara berondong
jagung asin yang kau pesan di kasir depan. Masih ada keraguan pada perasaanku
saat kau duduk di sampingku. Bukan soal berondong jagung tetapi suatu hal yang
memisahkan kita. Aku yang duduk disitu masih ragu akan hati kecilku. Kemana kau
akan membawaku. Kemana kita akan menuju setelah keluar dari pintu satu?
Kita berjalan tak bergandengan.
Hanya sesekali saling menatap. Lalu tersenyum. Berjalan lagi. Melihat ke langit
penuh lampion dengan cahaya lampu kelap kelip yang menghiasi tawa kita. Aku
tersenyum melihatmu tersenyum seakan menunggu aku membawamu ke suatu tempat
lain. Aku bingung.
Malam itu kota Medan di guyur
hujan gerimis. Cuacanya sendu. Meski tak sedingin di dalam ruang teater. Aku
membawamu ke tempat dimana kita bisa saling berbincang. Membicarakan tentang
keresahan kita lalu membalutnya dengan tawa.
Malam itu aku tak lagi sendirian. Membahas rindu yang tak pernah
tersampaikan meskipun rintik hujan memaksa benih rindu tumbuh diantara kita. Kita
masih berbicara. Malam ini masih panjang.
Aku mencoba meyakinkanmu agar
tidak ada yang terjadi diantara kita. Aku ingin tetap begini. Saling menyimpan
perasaan satu sama lain. Perasaan yang dulu sudah kita kubur dalam-dalam. Aku
ingin tetap begini. Yang aku ingat, kau cinta pertamaku. Hanya itu.
Terkadang aku berfikir untuk
memulainya kembali bersamamu. Tapi aku mengerti kita dipisahkan oleh jarak dan
waktu yang ntah kapan akan bertemu. Kau menempuh pendidikan di sebelah tengah
pulau padi sedang aku di sebelah barat. Mungkin bisa disatukan oleh niat. Iya
jika aku sudah yakin akan dirimu yang masih membuatku ragu.
Terlalu cepat. Hari ini terlalu
cepat berlalu. Kau membiarkanku menutup malam ini dengan ucapan selamat malam
khas ku yang panjang agar kau ingat akan aku. Ditemani rintik hujan aku mengantarmu
tak sampai di depan pintu.
“Kita tak semestinya berpijak
diantara ragu yang tak terbatas, Seperti berdiri ditengah kehampaan, Mencoba
untuk membuat pertemuan cinta.” – Payung Teduh - Kita adalah Sisa Sisa
Keikhlasan yang tak Diikhlaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar